TULISAN DALAM BLOG INI, JUGA DAPAT DIBACA DI:

26 November 2009

MAHKAMAH AGUNG LARANG UN 2010

Mahkamah Agung (MA) melarang pemerintah melaksanakan Ujian Nasional (UN). MA menolak kasasi gugatan Ujian Nasional (UN) yang diajukan pemerintah. Dengan putusan ini, UN dinilai cacat hukum dan pemerintah dilarang menyelenggarakan UN. Batas waktu pelarangan UN ini berlaku sejak keputusan ini dikeluarkan dan sebagai konsekuensinya pemerintah ilegal melaksanakan UN 2010. Pemerintah baru diperbolehkan melaksanakan UN setelah berhasil meningkatkan kualitas guru, meningkatkan sarana dan prasarana sekolah serta akses informasi yang lengkap merata di seluruh daerah.

Berdasarkan informasi perkara di situs resmi MA, perkara gugatan warga negara (citizen lawsuit) yang diajukan Kristiono dkk tersebut diputus pada 14 September 2009 lalu oleh majelis hakim yang terdiri atas Mansur Kartayasa, Imam Harjadi, dan Abbas Said.

Ini berarti putusan perkara dengan Nomor Register 2596 K/PDT/2008 itu sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Desember 2007 yang juga menolak permohonan pemerintah. Namun, pada saat itu pemerintah masih melaksanakan UN pada tahun 2008 dan 2009. Ini berarti pelaksanaan UN 2008, 2009 yang 'memaksa' kelulusan siswa ditentukan beberapa hari merupakan tindakan melanggar hukum. Dalam hal ini, Presiden SBY, Wakil Presiden JK, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang S, dinyatakan lalai memberikan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap warga negara, khususnya hak atas pendidikan dan hak anak yang menjadi korban UN.

Pemerintah juga dinilai lalai meningkatkan kualitas guru, terutama sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan kebijakan UN. Pemerintah diminta pula untuk segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental peserta didik usia anak akibat penyelenggaraan UN.

Amunisi Terakhir Pemerintah, Peninjauan Kembali (PK)

Meski MA melalui putusan perkara dan kasasi bahwa pemerintah dilarang melaksanakan UN sebagai standar baku kelulusan siwa. Namun, pemerintah masih bersikeras agar UN tetap dilaksanakan. Untuk melegalkan misi itu, pemerintah SBY melalui menteri Menteri Pendidikan Nasional dan BSNP akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan agar Ujian Nasional (UN) dilarang. Inilah satu-satunya amunisi yang tersisa bagi pemerintah untuk melegalkan pelaksanaan UN.

Bila PK ini dimenangkan oleh pemerintah SBY, maka UN 2010 akan legal dilaksanakan. Namun, jika PK ini ditolak, maka secara yuridis pemerintah dilarang melaksanakan UN 2010. Ini akan menjadi bumerang bagi pemerintah terutama Mendiknas. Pelaksanaan UN tanpa dasar hukum berpoteni menjadi tindakan kriminal kepada negara karena telah 'menghabiskan anggaran negara untuk kegiatan berlawanan hukum".

Anggaran UN yang Mahal vs Paradigma Pendidikan

Pada tahun 2009, pemerintah menghabiskan 572 miliar rupiah (setengah triliun) untuk pelaksanaan ujian nasional. Namun sayangnya, anggaran negara yang besar yang dikeluarkan untuk pelaksanaan UN 2009 masih sarat dengan praktik ketidakjujuran.

Banyak sekolah membocorkan ataupun memberikan kunci jawaban kepada siswa-siswinya ketika UN. Para pengawas [termasuk pengamat independen] lebih banyak bungkam melihat realitas tersebut. Tidak sedikit guru bahkan kepala sekolah memberi bocoran kunci jawaban agar pamor sekolahnya bertahan ataupun naik jika semua siswanya lulus atau bahkan lulus dengan nilai tinggi. Hal ini bahkan terjadi secara bsistematik yang mana kepala dinas pendidikan di beberapa daerah tertentu ikut 'menfasilitasi' kecurangan UN di wilayahnya.

Dan yang paling parah adalah terjadinya 'mafia kunci UN'. Pada subuh hari, oknum diknas bekerja sama dengan mafia untuk mendapatkan sosial UN sekaligus pada pagi-paginya akan memberikan kunci jawaban kepada 'pemesan', baik siswa, orang tua siswa, maupun pihak sekolah.

Ketidaksiapan penyelenggaraan UN yang bersih dan jujur, membuat dunia pendidikan menjadi tercoreng. Pendidikan yang bertujuan untuk mendidik ilmu pengetahuan dan moralitas siswa didik pada akhirnya mendidik ketidakjujuran siswa itu sendiri. Disisi lain yang lebih mendasar, pelaksanaan UN tanpa persiapan yang memadai secara langsung mendidik sikap mental siswa untuk mencapai sesuatu secara instan. Sehingga baik siswa maupun tenaga pendidik  cenderung terbentuk watak 'manusia instan'.

Selain itu, telah terjadi pergeseran paradigma para pendidik. Banyak tenaga pendidik di sekolah-sekolah merasa bahwa mereka mendidik siswa-siswi hanya  untuk meluluskan siswanya dari UN. Proses panjang dalam belajar-mengajar selama 3 atau 6 tahun, hanya ditentukan 3-5 hari Ujian. Hal ini semakin jauh dari esensi pendidikan yakni mendidik. Sekolah dan tenaga pendidik semulanya berperan besar pada mendidik siswa dalam pengetahuan, etika dan moral, kini cenderung mengajar bagaimana lulus UN.  Hal ini pun dimanfaatkan bermacam-macam lembaga pendidikan, baik diluar sekolah maupun di internal sekolah [menjadi alasan sekolah menarik iuran dari orang tua].

PK ini akan menjadi penentu masa depan sekitar 5 juta siswa kelas 3 SMP-SMA sederajat di seluruh Indonesia. Bagi adik-adik yang illfeel dengan UN, maka berita ini tentu membuat adik-adik senang. he..he..

 

No comments:

Post a Comment

Sampaikan Komentar Anda !!!

Massappa Werekkada