TULISAN DALAM BLOG INI, JUGA DAPAT DIBACA DI:

17 December 2008

Tulisanku

"JANGAN PERNAH BERHENTI MENULIS"
Sebuah Pesan dari Sang Guru

Oleh: Yasser Arafat
(Mahasiswa PPs Unismuh Makassar)

Sebuah pertanyaan yang terucap dari kakak saya menjadi dasar saya menulis artikel ini. Pertanyaan tersebut, katanya titipan dari sosok seorang guru (dosen) saya di STKIP Puangrimaggalatung saat menempuh pendidikan disana. Beliau Ibu Ir. Siswati. Sehari-harinya, beliau berkantor di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wajo. Pertanyaannya sederhana, "Kenapa Berhenti Menulis?".
Saya tersentak dari lamunan panjang ketika mendengar pertanyaan itu. Kubuka lembaran foto copy artikel tulisanku yang pernah naik cetak di media cetak (Wajo Mesra, Media Defacto, dan Media Sinergi), ternyata benar tulisan terakhirku adalah di Media Sinergi edisi 32, April 2008, meski sebenarnya sebuah puisi "Tana' Wajota'" juga sempat naik cetak di media yang sama pada edisi Agustus 2008. Masih di media yang sama sebuah berita yang saya kirim langsung dari Jakarta Selatan juga naik cetak. Berita tersebut berjudul "Kongres IX Bahasa Indonesia Internasional Dihelat di Jakarta" naik cetak di edisi 44, Nopember 2008
Saya mencoba mengingat-ingat, judul artikel yang pernah saya kirim ke harian Fajar dan Suara Muhammadiyah (meski tidak pernah lolos naik cetak). Akan tetapi, ingatan saya tertuju pada pesan Sang Guru (Ibu Siswati), 21 Mei 2008 yang lalu "Jangan Pernah Berhenti Menulis" pesannya kepada saya. Pesan tersebut bahkan diulangi sebanyak tiga kali. Alhamdulillah, semangat untuk menulis lahir dari Sang Guru. Terima kasih Ibu.
Saya juga teringat dengan pesan yang sama yang terlontar dari seorang kenalan yang tidak saya tahu namanya. Siang itu, setelah melaksanakan Shalat Dhuhur di Masjid Unismuh Makassar, kami hanya berkenalan dengan mengetahui profesi masing-masing tanpa berusaha untuk mengetahui nama. Saat itu saya perkenalkan diri saya sebagai mahasiswa PPs Unismuh Makassar, sementara dia memperkenalkan dirinya sebagai dosen di Unismuh Makassar, dosen di UIN Alauddin Makassar, dan Pengurus PWI Sulawesi Selatan. Akhirnya, kami bercerita tentang dunia menulis, hingga berpesan kepada saya "Jangan Pernah Berhenti Menulis, Menulis Saja Terus dan Kirim Tulisan Tersebut ke Media Massa, sebelum tulisan sebelumnya diterbitkan". Terima kasih Pak.
Saya sadar, Kesibukan dalam mengerjakan tugas kuliah di PPs Unismuh Makassar ataupun kesibukan jabatan rangkap (guru sekaligus staf TU) yang selama ini saya lakoni di salah satu SMA di Kabupaten Wajo, tidak boleh saya jadikan sebagai alasan untuk tidak menulis. Menjawab dari titipan pertanyaan Sang Guru, tulisan yang hadir di depan pembaca sekarang ini saya persembahkan kepada Ibu Ir. Siswati dan seluruh guru-guru se-Indonesia serta kepada pembaca (semoga Medsi berkenan menempatkan tulisan ini, dilembarannya. Mengingat, saya belum sempat bertemu langsung dengan Ibu Siswati. dan jika berkenan, saya ucapkan terima kasih. Tulisan ini, adalah duta pribadi saya kepada pembaca)
"Jangan Pernah Berhenti Menulis", sebuah pesan singkat tapi sarat akan makna. Berdasarkan data empiris dalam Pikiran Rakyat (2000) bahwa keterampilan menulis Indonesia paling rendah di Asia. Kenyataan ini didukung oleh hasil observasi Alwasilah (1998) bahwa kaum intelektual rendah mutunya dalam menulis.
Meski demikian, tak dapat dipungkiri jika masih ada beberapa tokoh yang layak diacungi jempol. Sebutlah misalnya Andrea Hirata yang sukses mengorbitkan Tetralogi Laskar Pelangi menjadi buku best seller dipenghujung tahun 2008 ini. Keempat karya dalam tetralogi laskar pelangi adalah #1 Laskar Pelangi, #2 Sang Pemimpi, #3 Edensor, dan #4 Maryamah Karpov.
Dalam Al Qur'an ditegaskan bahwa Allah tidak akan merubah nasib seseorang kecuali jika orang tersebut tidak mau merubah nasibnya sendiri. berarti manusia sebagai kualifikasi atau penguasa dimuka bumi ini, yang dibekali akal pikiran dan kondisi jasmani - rohani yang sehat oleh Allah. makanya wajib berusaha sesuai bakat dan kemampuannya masing-masing.
Kita tidak bisa membangun apapun didunia ini sebelum kita membangun jiwa kita sendiri. Berhasil apa tidaknya maksud kita itu tergantung kepada keberhasilan hati kita. orang yang putus asa lenyap keberaniannya. karena putus asa adalah sifat dari segala hal yang sangat jahat. kita harus tahu bahwa punggung pedang kalau diasah akan tajam juga, olehnya itu janga berputus asa apalagi menjadi bosan.
Ya ... mengapa kita mesti bosan ? bukankah banyak hal yang bisa dipelajari dan diselidiki, untuk selanjutnya sebarkan melalui tulisan? kita tidak pernah akan kehabisan bahan. ada atom, ada kehidupan didasar laut, ada bunga-bunga liar, ada ruang angkasa, ada puisi, ada musik, dan ada pula gejala-gejala yang terjadi dalam hati dan budi kita pada waktu kita mengalami peristiwa penting dalam hidup kita.
Semakin banyak kita belajar semakin banyak pula hal yang bisa kita ketahui, kurun waktu yang kita miliki terlalu pendek untuk bisa belajar dan mengetahui segala-galanya. kebosanan bukan hanya tidak berguna tetapi patut pula ditertawakan.
Oleh karena itu marilah kita hidup menurut diri kita. percayalah pada diri sendiri, jangan membiarkan orang-orang sekitar kita menjadi atasan kita. Gunakan akal untuk menemukan hal-hal yang ingin kita ketahui. Marilah kita mengerjakan apa saja yang menurut kita sendiri baik untuk kita kerjakan.
Mengakhiri tulisan ini, penulis kembali mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Siswati yang telah membangkitkan semangat menulis saya. Sebagian tulisan yang tidak sempat muncul di media cetak, saya posting di http://www.campus-cemara.blogspot.com
Terima kasih pula saya sampaikan kepada redaksi Media Sinergi, yang telah menyisikan lembaran kosongnya untuk diisi dengan tulisan saya (Beberapa tulisan saya di Medsi, menjadi bahan yang saya ikutkan bersama dengan berkas portofolio saya pada pelaksanaan Sertifikasi Guru 2008). Insya Allah dalam waktu dekat, saya akan mempublikasikan tulisan saya bertajuk "HENTIKAN PEMASUNGAN ANAK NEGERI". Sebuah tulisan berbentuk kapita selekta yang mengeritik bobroknya pendidikan Indonesia.
Bukankah Prof. M. Amien Rais pernah berkata "Menyangkut masa depan bangsa, kita tak perlu takut menggelar pertukaran pikiran secara lugas dan tajam. Yang kita pertaruhkan adalah masa depan generasi muda kita yang rata-rata mulai pesimis melihat masa depan. Bila pesimisme itu mulai berubah menjadi apatisme, masih bisakah kita melihat masa depan kita dengan kepala tegak dan yakin diri?". Begitulah kata dari "Sang Idola" diakhiri dengan nada tanya.
Kita semua, pasti tahu jawabnya.

No comments:

Post a Comment

Sampaikan Komentar Anda !!!

Massappa Werekkada