TULISAN DALAM BLOG INI, JUGA DAPAT DIBACA DI:

08 September 2009

Artikel

MENENGOK ULANG SERTIFIKASI GURU DAN BEBAN KERJA 24 JAM

 

Oleh: Yasser Arafat AMP, S.Pd

(Mahasiswa PPs Unismuh Makassar, Guru SMAN 1 Maniangpajo & Guru SMAN 1 Pitumpanua)

 

 

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik ini diberikan kepada guru yang memenuhi standar profesional guru. Standar profesional guru tercermin dari uji kompetensi. Uji kompetensi dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan.

Selain melalui jalur portofolio, bagi peserta yang dinyatakan memiliki nilai masih kurang dari nilai kelulusan, peserta tersebut diwajibkan mengikuti PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Program ini merupakan implementasi dari UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sejak dilaksanakan, sejak akhir 2006 yang pelaksanaannya dilakukan pada awal 2007, muncul suara-suara sumbang di masyarakat yang mempertanyakan proses pelaksanaan sertifikasi tersebut, karena dinilai kurang menghasilkan output yang memadai. Muncul tudingan miring bahwa guru yang sudah mengantongi sertifikat, tidak ada bedanya dengan mereka yang belum bersertifikat. Padahal konsekuensi anggarannya besar sekali.

Sementara itu, ada pula yang berpendapat bahwa program sertifikasi guru adalah alat untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Bahkan yang lebih berani mengatakan bahwa sertifikasi guru adalah akal-akalan pemerintah untuk menaikkan gaji guru. Kata sertifikasi hanyalah kata pembungkus agar tidak menimbulkan kecemburuan terhadap profesi lain. Akan tetapi, dibalik semua itu ternyata masih menyisakan beberapa kekhawatiran bagi guru yang telah dinyatakan lulus sertifikasi guru.

Fajar, Senin, 7 September 2009 memuat dua buah SMS dari +6281342050452 pada rubrik SMS Pembaca sbb: "KOK sertifikasi semakin dipersulit saja. Bagaimana kami bisa profesional kalau jam tatap muka 24 jam sulit didapat dengan berbagai syarat birokrasi yang bobrok hingga guru stress" SMS yang satunya berbunyi: "Bagaimana bisa guru profesional dengan menyandang sertifikasinya kalau pemerintah mempersulitnya dengan persyaratan yang berbelit-belit belum lagi banyaknya pemotongan sana sini tidak manusiawi." Sejalan dengan itu, http://www.sertifikasiguru.org dalam last update-nya 1 September 2009 merilis bahwa sebanyak 9.440 guru di Indonesia dinyatakan sebagai Guru yang telah lulus sertifikasi guru namun tidak memenuhi syarat beban mengajar. 338 guru diantaranya adalah pendidik dari Provinsi Sulawesi Selatan. Konsekwensinya, merekapun harus ikhlas tidak menerima SK. Penerimaan Tunjangan Profesi yang mestinya menjadi haknya,.

Hal ini disebabkan karena adanya kewajiban guru yang termuat dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya. Disamping itu, guru sebagai bagian dari manajemen sekolah, akan terlibat langsung dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari siklus kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rincian kegiatan tersebut antara lain penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan perangkat lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes/ulangan, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bekerja

Masalahnya sekarang, Terpenuhi atau tidaknya beban mengajar 24 jam tatap muka per minggu bagi guru tentunya ada yang tidak berpihak pada guru mata pelajaran tertentu. Sebagai contoh, dalam sebuah sekolah terdapat 13 Rombongan Belajar, dan memiliki 3 guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Kesehatan, Olahraga dan Rekreasi (Penjas Orkes). Dalam struktur kurikulum mata pelajaran Penjas Orkes dibebankan dengan 2 jam pelajaran perminggu, berarti pada sekolah tersebut terdapat 26 jam pelajaran. Berdasarkan data, sekolah tersebut membutuhkan 1,08 guru. Artinya seorang guru boleh saja mendapatkan jam mengajar 24 guru, sedangkan 2 guru yang lain tentunya memperebutkan 2 jam pelajaran yang masih tersisa.

Hal lain terjadi bila dalam suatu sekolah yang hanya memiliki 9 rombongan belajar (efektifnya 18 jam pelajaran perminggu). Tentunya guru pada sekolah tersebut diharapkan mencari jam mengajar dengan mata pelajaran yang sama pada sekolah lain. Masalah kembali muncul, sekolah terdekat dari sekolahnya pun memiliki kasus yang sama seperti yang dialami oleh guru yang bersangkutan. Hal ini tentu menjadi kerikil tajam yang bisa saja menjadikan guru tersebut terkendala dengan kewajiban beban mengajar minimal 24 jam.

Kasus tersebut diatas, terjadi dikalangan bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi guru dan dinyatakan lulus sertifikasi guru. Bagaimana dengan calon guru? Beberapa bulan yang lalu juga telah dibuka program Pendidikan Profesi Guru (PPG) 6 bulan bagi calon guru TK dan SD dan 12 bulan bagi calon guru SMP dan SMA. Konon katanya, alumni PPG langsung menyandang predikat guru professional dan siap ditempatkan di sekolah-sekolah. Anehnya, program tersebut tidak sejalan dengan program BKDD yang selalu memproritaskan penerimaan CPNSD terbanyak untuk guru yang tentunya pendaftarnya bukan alumni PPG. Termasuk didalamnya kurangnya perhitungan dalam pemetaan guru di setiap kabupaten/kota dalam penempatan guru. Hasilnya, tak jarang ditemui disetiap sekolah mengalami kelebihan guru.

Berdasar dari kasus-kasus tersebut diatas, sebaiknya menjadi bahan buat kita untuk menengok ulang program sertifikasi guru dan beban kerja 24 jam. Akankah beban kerja 24 jam masih tetap dipertahankan atau justru Undang-undang No. 14 Tahun 2005 yang harus ditinjau ulang? Peninjauan UU tersebut juga bisa dikaitkan dengan persebaran guru yang tidak merata. Kondisi sekolah yang memiliki kelebihan guru tentunya akan menyebabkan guru tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam per minggu. Belum lagi menjamurnya GTT makin menyulitkan bagi guru untuk mencari jam mengajar tambahan untuk memenuhi kewajibannya mengajar 24 jam per minggu.

Akhirnya, tentu kita tidak menginginkan guru-guru kita setelah mendapat sertifikat, mengajarnya masih tetap seperti ketika belum mendapat sertifikat. Padahal mereka kunci utama peningkatan mutu pendidikan. Olehnya itu, sekali lagi, mari kita menengok ulang program sertifikasi guru dan meninjau ulang UU No. 14 Tahun 2005. Jika ujung-ujungnya sertifikasi tetap mengarah kekesejahteraan, bukankah peningkatan kesejahteraan juga bisa dilakukan tanpa melalui proses sertifikasi, yang hanya membuang tenaga dan materi dalam menyiapkan perangkat portofolio yang dibutuhkan, dilain sisi assessor juga meluangkan waktu untuk memeriksa sekian banyaknya lembaran kertas yang belum tentu keasliannya. Jika memang untuk melihat profesionalisme guru, harus dengan mengajar minimal 24 jam, apakah itu tidak menekan dan menyulitkan guru yang mengajar mata pelajaran dengan jumlah jam pelajaran hanya 2 jam per minggu pada sekolah yang memiliki rombongan belajar paling sedikit. Bukankah profesionalisme sebenarnya tidak dilihat dari jumlah jam bekerja, akan tetapi suatu ciri, semangat dan cara yang membedakan suatu sifat profesional dengan yang amatiran.

No comments:

Post a Comment

Sampaikan Komentar Anda !!!

Massappa Werekkada