TULISAN DALAM BLOG INI, JUGA DAPAT DIBACA DI:

02 August 2008

PERTEMUANKU DENGAN PRAMUKA

(Sebuah cerita dari Yasser Arafat AMP, S.Pd untuk menggugah semangat)

Saya berkenalan dengan organisasi ini sejak SD, namun mesti demikian saya sempat membencinya, ceritanya disaat saya kelas IV, waktu itu saya ditunjuk untuk mewakili sekolahku pada kegiatan perkemahan, namun karena bersamaan pada waktu itu juga musim cengkeh, agar saya tidak ikut berkemah, maka dengan alasan ikut orang tua memetik cengkehlah menjadi senjata pemusnah harapan pembinaku untuk mengikutkan saya pada kegiatan tersebut. Alasan tersebut juga saya jadikan senjata ampuh satu tahun berikutnya pada kegiatan yang sama.

Pada saat saya duduk dikelas VI SD, saya kembali diharapkan untuk ikut, karena kebun cengkeh orang tua telah dijual, maka senjata tersebut tentu tidak dapat saya pakai lagi, namun saya tetap menolak dengan alasan tidak pernah ikut. Kak Syamsuddin, pembina pramuka putra pada waktu itu tetap mengharapkan saya ikut, karena tenaga saya sangat diharapkan dan barangkali karena beliau gagal mengikutkan saya dua tahun berturut-turut, akhirnya sayapun menurut saja.

Keinginan saya untuk tetap tidak ikut masih ada karena waktu itu pikiran yang muncul dibenak saya, mengapa kita harus kemah?, bikin penyakit saja. Malam dingin, siang panas. Mana lagi pasukan bersenjata mulut “sinyamuk nakal” pasti datang. Dengan munculnya pikiran tersebut saya sengaja pura-pura tidak tahu setiap yang diajarkan pembina pada saat latihan. Salah contoh yang masih saya ingat sampai sekarang disaat ada aba-aba balik kanan, teman sudah melakukan sesuai dengan prosedur akan tetapi saya memutar badan saja walaupun saya tahu cara sebenarnya.

Sikap kepura-puraanku ternyata tercium oleh pembina, saya tetap diikutkan pada kegiatan tersebut. Untunglah lokasi perkemahan pada waktu itu di lingkungan saya (+ 800 meter dari rumahku), sehingga disaat waktu senggang saya menyempatkan pulang ke rumah. Satu lagi cerita yang tidak pernah saya lupakan pada waktu itu ketika lomba Cerdas Cermat akan dimulai, regu kami telah dipanggil, kedua teman saya (Amirullah dan Abd. Rahman) telah masuk arena akan tetapi saya belum muncul-muncul juga. Itu disebabkan karena saya masih dirumah, terpaksa Kepala Sekolahku (Drs. Umar) menjemput saya dirumah. Pada pelaksanaan lomba, soal demi soal kami jawab, bahkan soal untuk regu lainpun kami rebut, sehingga tak heran jika Panitia menjuluki kami “Komputer-E”. tapi sayang karena salah satu pangkalan tidak menjunjung sikap sportifitas, kami pun harus puas sebagai juara II, padahal langkah ketangga juara sudah diambang pintu. Selisih nilai kami dengan nilai pangkalan tersebut hanya 25 poin.

Memasuki bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, disaat ada pendaftaran menjadi anggota pramuka digudep tersebut saya juga mencoba untuk mendaftarkan diri, namun cuma satu kali ikut latihan saya mengucapkan “selamat tinggal pramuka”. Alasan saya untuk meninggalkan pramuka pada waktu itu karena tidak tahan panas. Bayangkan latihan dilaksanakan dilapangan, padahal waktu itu materi kode kehormatan. Tak seorangpun anggota pramuka yang dibiarkan berteduh, sehingga walaupun kepanasan harus tetap rela ditengah lapangan menulis/mencatat materi yang dibawakan oleh pembina.

Sepuluh bulan telah berlalu, teman yang mendaftarkan diri sebagai anggota pramuka bersama dengan saya sepuluh bulan yang lalu telah dilantik menjadi Penggalang Ramu. Dilengan kiri baju pramukanya telah tertempel sebuah lambang bertanda kalau orang tersebut adalah anggota pramuka tingkat penggalang Ramu. Dalam hati kecil saya berkata, kalau mereka bisa mengapa saya tidak bisa? Akhirnya pada tanggal 30 Mei 1997 saya mencoba kembali kegerakan yang dirintis oleh Robert Stephenson Smyth ini.

Barangkali ini adalah sebuah anugerah. Mencoba untuk pertama kalinya akhirnya ketagihan, hingga akhirnya tidak ada latihan yang terlewatkan. Buah dari keinginan saya pada tanggal 28 Juli 1997 saya bersama dengan dua teman yang lain dilantik menjadi Penggalang Ramu, bukan saja itu, sayapun dipercaya untuk mengikuti Lomba Tingkat II yang dilaksanakan di bumi perkemahan MattirowaliE.

Perkemahan inilah merupakan perkemahan kedua bagi saya, akan tetapi inilah perkemahan yang pertama bagi saya pasca kecintaan saya pada pramuka. Berbagai pengalaman menarik tak dapat saya lupakan pada perkemahan ini. Termasuk diantaranya adalah sikap teman yang tanpa sengaja menarik hidung salah seorang pembina kami yang disangkanya tas, dan kisah arti pentingnya sebuah jam.

Kisah tersebut bermula karena kami sulit tidur, karena pada waktu itu tak satupun teman yang memakai jam tangan, akhirnya kami menebak-nebak saja. Salah satu teman menebak kalau waktu itu sudah menunjukkan jam 04.00. akhirnya kami mengambil inisiatif untuk main bola, karena tidak ada bola bola kami kumpulkan kaos kaki kemudian dibentuk sedemikian rupa hingga dapat dipakai untuk main bola. Sudah lama kami main bola (+ 2 jam) fajar tak kunjung menyinsing, kamipun kembali mengambil inisiatif untuk lari-lari subuh dan sebagian diantara kami langsung mandi. Tapi nasib sial menerpa kami, Panitia melihat kami berkeliaran dan menganjurkan kami untuk kembali ketenda karena jam pada waktu itu baru menunjukkan pukul 03.00. kamipun baru sadar arti pentingnya sebuah jam, seandainya memang pada waktu itu ada jam tidak mungkin kami main bola tengah malam (perkiraan kami sekitar pukul 24.00) dan mandi sekitar pukul 02.00.

Selama tiga hari dua malam kami berkemah di MattirowaliE, pada pengumuman hasil perlombaan ternyata regu kami berhasil juara umum I dan dipercaya untuk mewakili Ranting Maniangpajo ke Lomba Tingkat III Cabang Wajo. Itu memaksa kami untuk terus latihan. Pada tanggal 26 September 1997 kembali saya dilantik menjadi Penggalang Rakit bersama dengan beberapa teman yang lain.

Lomba Tingkat III Cabang Wajo akhirnya dilaksanakan pada tanggal 28 Maret – 31 Maret 1998 di Bumi Perkemahan AtakkaE. Satu hal yang membanggakan bagi kami karena dapat mewakili Ranting Maniangpajo, meskipun kami hanya mampu mempersembahkan juara II Lomba kebersihan dan juara III lomba hasta karya. Lagi-lagi pikiran saya untuk keluar dari Pramuka mulai muncul, ini dikarenakan pada pelaksanaan perkemahan kali ini, pada siang hari cuaca sangat panas dan pada malam harinya dipastikan hujan, bahkan pernah air masuk kedalam tenda setinggi mata kaki. Itu memaksa kami untuk begadang, walaupun demikian ada juga teman yang naik ditumpukan tas untuk beristirahat. Pikiran tersebut terus muncul, namun akhirnya hilang juga ditelan sang waktu, ketika penutupan LT III Dilaksanakan.

Setelah mengikuti perkemahan tersebut, kegiatan pramuka di Gudep 417 – 404 Pangkalan SLTP Negeri 1 Maniangpajo lumpuh total, bahkan setelah dari perkemahan itu kami tidak pernah latihan lagi sampai menyelesaikan study di SLTP tersebut, padahal sebelumnya itu merupakan pangkalan tergiat dilingkup Kwarran Maniangpajo bahkan di Kwarcab Wajo. Ternyata itu semua terjadi karena juga tidak ada kegiatan dari Kwarran Maniangpajo. Perkemahan yang biasanya dilaksanakan hampir tiap tahun untuk memeriahkan hari gerakan Pramuka 14 Agustus tidak dilaksanakan, bahkan upacara pramuka – 37 yang dilaksanakan di Lapangan Sepak Bola Anabanua, hanya dihadiri oleh pengurus kwarran, pembina pramuka dari berbagai pangkalan di Kwarran Maniangpajo dan anggota pramuka dari Pangkalan SDN 205 Anabanua, SLTP Negeri 1 dan 3 Maniangpajo serta SMU Negeri 1 Maniangpajo.

Tahun 1999, saya melanjutkan study di SMU Negeri 1 Maniangpajo. Merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi saya, ambalan memanggil saya untuk menjadi panitia pada pelaksanaan perkemahan harlah pramuka – 38. Padahal saat itu, nama saya belum tercatat sebagai anggota pramuka di Pangkalan SMUN 1 Maniangpajo, bahkan tamu ambalanpun belum. Dan memang pada waktu itu belum terbuka pendaftaran untuk aktif didunia kepramukaan SMUN 1 Maniangpajo.

Enam bulan berikutnya, barulah dibuka pendaftaran menjadi anggota pramuka SMU Negeri 1 Maniangpajo. Setelah melalui latihan Kepenegakan selama 2 bulan, akhirnya pada tanggal 2 April 2000 melalui sidang kehormatan, dinyatakan lulus dan berhak untuk dilantik sebagai penegak bantara. Pelantikan tersebut dilaksanakan di Lokasi Kolam Renang Bendungan Kalola oleh Kak Abidin Raukas, salah seorang andalan ranting Maniangpajo.

Tanggal 15 Juli 2000, penyakit cacar menyerang saya, sehingga terpaksa harus istirahat. Untunglah waktu itu libur cawu III. Memasuki minggu II tahun pelajaran 2000/2001 tepatnya pada tanggal 2 Agustus 2000, walaupun belum sembuh, saya terpaksa masuk sekolah agar tidak ketinggalan pelajaran. Menjelang pulang tiba-tiba pengumuman lewat pengeras suara terdengar agar seluruh anggota Pramuka mengikuti pertemuan ambalan sore harinya. Walaupun dilarang oleh orang tua, saya tetap ngotot untuk mengikuti pertemuan tersebut, karena merupakan bagian dari Syarat Kecakapan Umum khususnya SKU No. 1. tanpa diduga-duga pertemuan tersebut mengambil keputusan untuk membentuk Dewan Kerja Ambalan dan saya termasuk pengurusnya.

Satu minggu kemudian perkemahan harlah pramuka dilaksanakan di Bumi Perkemahan Gilireng. Melalui keputusan pertemuan ambalan, sayapun kembali diutus menjadi panitia pada perkemahan tersebut. Hambatan kembali datang dari Orang Tua. Saya masih dilarang dengan alasan belum sembuh dari penyakit, apalagi waktu itu musim hujan, sementara cacar bertentangan dengan air hujan. Namun karena keinginan yang besar untuk melaksanakan amanat ambalan saya memohon kepada orang tua, dan akhirnya diberi izin 14 jam sebelum berangkat kelokasi perkemahan.
Perasaan was-was sebenarnya juga menghantui diri saya pada waktu itu, apalagi mendengar cerita warga setempat kalau sepupunya meninggal akibat mengkuti perkemahan dalam keadaan baru satu minggu sembuh dari sakit, padahal sakitnya itu cuma penyakit biasa alias demam. Pesan orang tua sebelum berangkat agar berusaha supaya tidak kehujanan terpaksa tidak ditaati. Itu semua terjadi karena sepanjang malam dan siang air hujan menerpa Bumi Cakkuridi Gilireng. Sementara mau – tidak mau kegiatan harus tetap dilaksanakan.

Pramuka adalah obat, ucapan itulah yang terlontar dari mulut saya. Setelah pulang dari lokasi perkemahan, rasa was-was yang pernah muncul sirna begitu saja, malah yang terjadi adalah kebalikan dari semua itu. Secara berangsur-angsur bekas cacar pada tubuh saya berangsur-angsur hilang dan alhamdulillah sembuh dari penyakit tersebut. Keampuhan pramuka untuk mengobati saya kembali terjadi disaat saya mengikuti persami yang dirangkaikan dengan Pengukuhan/Pelantikan Pimpinan Saka Tk. Cabang/Ranting Dan Dewan Saka Bhayangkara Cabang/Ranting Se-Kabupaten Wajo di Bumi Perkemahan Cilellang. Waktu itu saya mengikuti perkemahan dua hari setelah sembuh dari demam.

Tanggal 23 Oktober 2000 s.d 28 Oktober 2000, mengikuti Kemah Karya Remaja Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KKR – KLH) VII Tk. Nasional, dibumi perkemahan Kaluku Kabupaten Maros. Berbagai kegiatan yang diikuti namun sayang juara tak kunjung datang, prestasi terbaik yang kami raih hanyalah Cerdas Cermat itupun harus terhenti dibabak semifinal. Saya, Nurfaidah dan Suhermin dipercayakan mewakili SMUN 1 Maniangpajo pada lomba tersebut.

Empat bulan kemudian tepatnya pada tanggal 18 Pebruari 2001, melalui sidang kehormatan didepan Pembina, Andalan Ranting, dan DKC Wajo, saya dinyatakan lulus naik tingkat ke Penegak Laksana. Namun sebelumnya saya juga harus ekstra aktif dan bekerja keras karena dipercaya sebagai Ketua Panitia Latihan Kepenegakan yang dilaksanakan dari tanggal 18 Nopember 2000 s.d 18 Pebruari 2001, ditambah lagi kesibukan melatih di Pangkalan SDN 275 Lakadaung sejak tanggal 1 Nopember 2000 dan mengikuti penjelajahan selama tiga hari dua malam ke Dusun Dulang Desa MinangatelluE Kecamatan Maniangpajo.

Penjelajahan ini juga termasuk salah satu kegiatan yang sangat berkesan bagi saya, apalagi setelah tiba ditempat tujuan pada hari II, kami beristirahat diatas sebuah batu besar ditengah sungai yang seakan-akan memang sudah dipersiapkan sebelumnya untuk 14 orang. Walaupun berdesak-desakan diatas batu itulah kami melepas lelah dan merelakan tahun 2000 berlalu begitu saja sekaligus menyambut datangnya tahun 2001. Kalau sebelum itu, kami mandi ditempat tertutup alias kamar mandi, kalaupun mandi ditempat terbuka tubuh masih dibalut dengan kain, akan tetapi moment ini menjadi tempat serba terbuka. Mandi ditempat terbuka, tubuhpun tanpa sehelai benang.

Kejadian seperti ini kembali terulang pada saat kembali dipercaya sebagai Panitia Jambore Ranting Kwarran Maniangpajo di bumi Perkemahan Lamata. Bedanya, di Lamata mandi masih di kamar mandi cuma karena ketatnya jadwal mengharuskan kami mandi bersama dalam kamar mandi tersebut itupun satu ember berdua. Kacian deee…aku!

Bicara masalah mandi, sebagai Anggota pramuka juga sering tidak mandi seharian penuh, sehingga tak heran jika ada lirik lagu mengatakan sebagai berikut :

Pramuka – Pramuki
Banyak daki
Tidak mandi tiga hari

Dari berbagai tempat yang pernah saya kunjungi berkemah, memang air menjadi permasalahan utama, kecuali ketika mengikuti KKR – KLH VII Tk. Nasional. Walaupun terbilang daerah miskin akan tetapi hampir disetiap rumah penduduk dijumpai sumur, sehingga kekhawatiran kesulitan air bukanlah menjadi masalah bagi kami, cuma keprofesionalisme dari panitialah yang menjadi kendala bagi kami. Sementara itu di Lamata, walaupun terbilang kekurangan air akan tetapi yang ditonjolkan adalah simpati dan kepedulian dari masyarakat setempat. Pernah saya lagi tidur di tenda sekretariat bersama dengan dengan dua teman yang lain (Misbahuddin dan Juman) karena tidak ada tempat di sekretariat panitia. Tiba-tiba ada suara membangunkan kami mengajak istirahat dirumahnya, kami hanya dapat membalasnya dengan ucapan terima kasih sambil kembali memejamkan mata. Tak lama suara membangunkan kami dan mengajak kerumahnya datang lagi, begitu seterusnya dan masih teringat kalau yang membangunkan kami sebanyak enam orang, tapi kami tidak dapat menerimanya karena kami sadar kalau kami kesana untuk berkemah, sementara perkemahan identik dengan alam. Jadi kami harus terbiasa hidup dialam.

Karirku didunia kepramukaan terus menanjak, pada tanggal 16 Pebruari 2001 saya diutus atas nama Ketua Dewan Kerja Ranting Maniangpajo mengikuti Musyawarah Penegak Pandega Putra Putri (Muspanitera) Cabang Wajo, hingga akhirnya pada tanggal 10 April 2001, melalui musyawarah penegak, terjadi peralihan tongkat estafet kepengurusan Dewan Kerja Ambalan kepada generasi berikutnya.

Meski demikian, keinginanku untuk tetap berkecimpung didunia kepramukaan belum surut. Walaupun telah lulus dari bangku SMU Negeri 1 Maniangpajo, tetapi tawaran untuk melatih tetap datang dari Pembina SDN 54/216 DualimpoE dan SDN 272 DualimpoE. Bukan itu saja, kembali atan nama Dewan Kerja Ranting Maniangpajo saya diutus mengikuti pertemuan di Kwarcab Wajo, dan terakhir dilibatkan pada kepanitian Persami gugus I Kwarran Maniangpajo. Tawaran untuk menjadi Ketua DKR pun datang dari pengurus Kwarran, namun saya tolak dengan alasan memberikan kesempatan kepada yang lain.

12 Juli 2003, saya kembali bergabung di SMU Negeri 1 Maniangpajo, dan selanjutnya pada bulan Oktober 2004 dilantik sebagai pembantu pembina satuan putra di Pangkalan SMA Negeri 1 Maniangpajo oleh Ketua Kwarcab Wajo. Mulai saat itulah sampai sekarang saya berupaya untuk mengembangkan sayap gerakan pramuka di Kwarran Maniangpajo yang sempat patah.

Sekedar mengingatkan, dalam rangka seabad kepanduan dunia, saya merintis pelaksanaan Kemah Karya Pramuka di SMA Negeri 1 Maniangpajo dengan harapan Pramuka di Kwarran Maniangpajo bangun dari tidurnya. Ternyata kegiatan tersebut direspon positif oleh pihak Kwarran, bahkan Ketua Kwarcab Wajo yang hadir membuka kegiatan tersebut sempat berdalih bahwa dirinya tidak tahu jika saat itu tepat 100 tahun kepanduan.

Akhirnya semoga tulisan ini, menggugah semangat kita semua untuk tetap berkecimpung di dunia kepanduan. Jayalah Pramuka Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Sampaikan Komentar Anda !!!

Massappa Werekkada