TULISAN DALAM BLOG INI, JUGA DAPAT DIBACA DI:

19 June 2010

Menyoal Peran Komite Sekolah

RIBUT-ribut soal pungutan dalam penerimaan siswa baru, yang disebabkan
oleh tidak adanya akuntabilitas sekolah (baca: kepala sekolah) serta
mandulnya peran komite sekolah, sempat muncul dalam pemberitaan di
harian ini (Kompas, 13 Juli 2004). Mengapa komite sekolah mandul?
Padahal, peran komite sekolah telah diatur oleh Surat Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April, yaitu
sebuah badan mandiri yang berfungsi mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka untuk meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di tiap-tiap satuan pendidikan atau sekolah.

Tujuan pembentukan komite sekolah di antaranya sebagai wadah untuk
menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan
kebijakan operasional dan program pendidikan di tiap satuan
pendidikan. Dengan demikian, segala kebijakan operasional tiap satuan
pendidikan sebenarnya dapat melalui konsultasi dengan komite sekolah
yang sebelumnya dikenal dengan sebutan BP3 (Badan Pembantu
Penyelenggaraan Pendidikan).

Lebih jauh disebutkan bahwa komite sekolah mempunyai peran di satuan
pendidikan, yaitu sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan; sebagai pendukung baik yang berwujud
finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan;
sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pendidikan; serta mediator antara pemerintah
(eksekutif) dan masyarakat.

Adanya sinergi antara komite sekolah dan sekolah menyebabkan tanggung
jawab pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah dan
masyarakat sebagai mitra kerja dalam membangun pendidikan. Dari sini
masyarakat akan dapat menyalurkan berbagai ide dan partisipasinya
dalam memajukan pendidikan di daerahnya.

Dengan pemberdayaan komite sekolah secara optimal, termasuk dalam
mengawasi penggunaan keuangan, transparansi penggunaan alokasi dana
pendidikan lebih dapat dipertanggungjawabkan, sebab dana bantuan dari
pusat yang mengalir ke sekolah selalu melalui mekanisme pengawasan
komite sekolah yang di dalamnya terdapat wakil masyarakat. Menurut
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi,
pemberian dana pusat ke sekolah secara block grant mempersyaratkan
adanya pengawasan dari komite sekolah atau dewan pendidikan (Kompas,
19 September 2002). Dengan begitu, penggunaan dana baik yang berasal
dari masyarakat maupun pemerintah dapat benar-benar terpantau
alokasinya sesuai dengan Rancangan Anggaran dan Pendapatan dan Belanja
Sekolah (RAPBS) yang diajukan satuan pendidikan.

MASALAH yang terjadi di lapangan, kehadiran komite sekolah hanyalah
sebagai bagian formalitas semata, dan pihak orangtua atau wali murid
juga tidak mengetahui secara mendalam fungsi dan peran komite sekolah
di tiap satuan pendidikan. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa komite
sekolah memiliki peran seperti BP3 di masa lampau, yaitu badan yang
bertugas sebagai pengumpul dana bantuan untuk pendidikan atau badan
justifikasi belaka.

Pemberlakuan manajemen berbasis sekolah membawa implikasi kepada
sekolah tidak menjadi subordinat lagi dari pemerintah maupun yayasan,
tetapi bersifat otonom. Pendekatannya pun tidak birokratis lagi,
melainkan profesional. Ruang gerak para guru dan kepala sekolah
menjadi lebih luas dan leluasa, termasuk dalam mengelola anggaran
pendidikan di sekolah.

Adanya keleluasaan gerak kepala sekolah dalam mengelola anggaran
tersebut menyebabkan peranan komite sekolah menjadi besar dan memiliki
posisi tawar yang tinggi. Sebab, semua keputusan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan selalu memberdayakan
semua pihak (stakeholder).

Melalui komite sekolah, masyarakat atau orangtua murid sebagai
penyumbang dana pendidikan di satuan pendidikan berhak menuntut
sekolah apabila pelayanan dari sekolah tidak sesuai dengan biaya yang
dikeluarkan. Di samping itu, masyarakat melalui komite sekolah berhak
mengetahui berbagai kucuran dana yang mengalir ke sekolah, karena di
era reformasi ini transparansi dan akuntabilitas sangat diperlukan.
(Mardiyono Guru SMA Negeri 1 Baraba, Kalimantan Selatan)

No comments:

Post a Comment

Sampaikan Komentar Anda !!!

Massappa Werekkada