TULISAN DALAM BLOG INI, JUGA DAPAT DIBACA DI:

02 August 2008

Karya Tulis Siswa


Fenomena Kejahatan Terselubung di Dunia Pendidikan, Menghambat Peningkatan Sumber Daya Manusia serta Iman dan Taqwa Siswa
.

Diajukan Kepada: Panitia Lomba Karya Tulis Imtaq Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2007

Oleh: Andi Titin





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak ada habis-habisnya jika kita berbicara tentang pendidikan di negara kita. Dalam dunia pendidikan kita sudah dibelenggu dengan kejahatan yang tidak dirasakan. Sehingga, di Indonesia, 8% anak usia 12 tahun kebawah, 36% anak usia 13 – 15 tahun dan 43% anak 15 – 18 tahun belum disentuh dunia pendidikan. Tak mengherankan memang jika dari 112 negara, Indonesia berada diurutan 110 berdasarkan Human Developmen Index ataukah dari 12 negara, Indonesia berada diurutan paling buntut berdasarkan penelitian Political Risk Consultation. Sementara hal yang mestinya tidak boleh dibanggakan malah menembus posisi nomor wahid di dunia yakni angka kriminal, korupsi, kebutaan, penjarahan hutan, penganguran dll. Di sisi lain, sektor pendidikan masih terus diperlukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bertahan menghadapi dunia persaingan global.

Untung di Indonesia masih ada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku sampai saat ini. UU tersebut mempunyai tujuan yang sangat mulia yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya. Selain itu visi UU tersebut adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Akan tetapi, kenapa tujuan mulia ini hanya sebatas wacana yang selalu dibicarakan dari seminar ke seminar? Olehnya itu, sistem pendidikan Indonesia masih membutuhkan pemikir-pemikir yang intelektual untuk memecahkan berbagai macam persoalan yang ditemui dalam perjalanan mencapai tujuan sistem pendidikan nasional yang telah diamanahkan pembukaan UUD 1945 “Mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Disadari atau tidak, keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia apabila kegiatan belajar mampu membentuk pola tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan, serta dapat dievaluasi melalui pengukuran dengan menggunakan tes dan non tes. Proses pembelajaran akan efektif apabila dilakukan melalui persiapan yang cukup dan terencana dengan baik supaya dapat diterima untuk memenuhi: (1) Kebutuhan masyarakat setempat dan masyarakat global; (2) Mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi perkembangan dunia global; (3) Sebagai proses untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Tahun Pelajaran 2006/2007 menyisakan banyak kenangan. Ujian Nasional yang terbilang berat dilalui dengan mudah dan dengan hasil yang menggembirakan. Meski dalam pasal 18 ayat 1 Permen no. 45 tahun 2006, dijelaskan bahwa peserta UN dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan UN yakni memiliki nilai rata-rata minimal 5,00 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan tidak ada nilai di bawah 4,25; atau memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran dengan nilai dua mata pelajaran lainnya minimal 6,00. Lebih berat lagi, UN tahun ini menggunakan sistem paket, tapi semua itu layaknya hanya sebuah bumbu-bumbu pendidikan karena hasil yang dicapai patut diacungi jempol, walau masih banyak kecurangan yang ditemukan.

Bocornya soal, bahkan ada oknum Kepala Sekolah yang berani mencuri soal adalah hal yang juga tidak akan terlupakan dari pelaksanaan UN tahun 2006/2007. Kerja sama antara guru dan siswa dalam pelaksanaan UN seperti Guru memanggil siswa ke WC kemudian memberikan kunci jawaban di tempat tersebut. Ataukah Guru mengirim jawaban melalui SMS ke handphone siswanya, juga menjadi bagian tak terpisahkan dari kenangan Tahun Pelajaran 2006/2007. Sebenarnya hal tersebut sudah menjadi rahasia umum di dunia pendidikan kita, akan tetapi demi sebuah tatanan kehidupan yang baik mestinya sikap seperti ini ditiadakan. Apa artinya sebuah ijazah dengan nilai yang bukan dari hasil jerih payah sendiri. Dewasa ini banyak orang pintar dari segi kognitifnya, tapi rusak mentalnya. Orang seperti inilah yang merusak masyarakat dengan tindakannya yang amoral seperti korupsi, melakukan tindakan kriminal, dll.

Selain kecurangan tersebut, kejahatan lain yang menjadi jurus jitu dan andalan siswa selama ini adalah kerjasama/menyontek dan buka buku/catatan saat ujian. Diakui “virus” macam ini kadang membuat jengkel berbagai pihak. Entah sampai kapan kata yang satu ini hilang di dada setiap pelajar. “ah, ndak usah belajar, nyontekkan lebih mudah”. Kilah seorang pelajar badung. Sehingga kadang mutu hasil evaluasi tak menjamin, padahal ditengah gencarnya peningkatan sdm, kok yang satu ini (menyontek) masih tetap jadi “anutan” bahkan menjadi “senjata pamungkas” dikalangan pelajar. Memang budaya menyontek enak ketimbang menghafal berbagai teori dan rumus yang menjemukan. Terkadang hal tersebut membuat pelajar jengkel jika yang dihafal tidak ada diujian dan malah yang tak disangka naik itu yang ada dalam soal.

Seiring dengan diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 yang dilanjutkan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ternyata muncul lagi jurus baru yang tak kalah ampuhnya, yakni sebuah kata keramat yang sering disebut dengan nama remedial. Diakui bahwa remedial sebenarnya untuk menuntaskan pelajaran siswa. Tapi, apakah kita tidak pernah berpikir bawah remedial memiliki andil yang sangat besar dalam melawan cita-cita perjuangan bangsa sesuai yang diamanahkan UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Hal tersebut dikarenakan malah memacu siswa untuk tidak belajar. “boro-boro belajar, pasti tuntas juga, khan ada remedial”, dari pelajar malas. Hasilnya, “Mutu pendidikan rendah”. Ini salah siapa? Jangan salahkan siapa-siapa, tapi mari kita bertanya kepada penentu kebijakan. Apa artinya dipertegas, tidak ada ujian susulan/pengulangan bagi yang tidak mencapai SKL/tidak lulus, jika hanya tiga hari setelah pengumuman mereka yang tidak lulus ikut ujian penyetaraan? Pertanyaan sekarang, apa bedanya ujian susulan dengan ujian penyetaraan?

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah karya tulis tentang “Fenomena Kejahatan Terselubung di Dunia Pendidikan, Menghambat Peningkatan Sumber Daya Manusia serta Iman dan Taqwa Siswa”

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penulisan yang ingin dicapai dari hasil penulisan karya tulis ini adalah:

1. Mengikuti Lomba Karya Tulis (LKT) Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan (Imtaq) Siswa (Integrasi Imtaq–Iptek) Bagi Siswa SMP/SMA/SMK/SLB yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional

2. Untuk menganalisis pengaruh kejahatan terselubung di dunia pendidikan, dalam menghambat peningkatan sumber daya manusia serta iman dan taqwa siswa

BAB II
PEMBAHASAN MATERI POKOK

A. Pengalaman Pembelajaran yang Mengintegrasikan Imtaq–Iptek
Pendidikan adalah suatu hal yang selalu menarik untuk dibicarakan dan tak habis-habisnya untuk dikaji sepanjang peradaban manusia, maka sepanjang itu pula pendidikan selalu dibutuhkan dan diperlukan. Pendidikan sudah menjadi suatu kebutuhan dalam kehidupan umat manusia. Mengingat pentingnya pendidikan baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka Bangsa Indonesia dalam menyusun program pembangunan tetap memberikan perhatian khusus pada sektor pendidikan.

Sektor pendidikan memang masih terus diperlukan untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan mampu bertahan menghadapi dunia persaingan global. Kebijakan pemerintah menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sebagai suplemen dari kurikulum berbasis kompetensi 2004 diharapkan mampu dalam mengembangkan SDM generasi muda Indonesia.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) disusun dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian siswa secara utuh. Kurikulum yang disusun harusnya memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia

Penyempurnaan kurikulum dilakukan sebagai respon terhadap tuntutan perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan tuntutan desentralisasi, serta hak asasi manusia yang harus dikuasai oleh generasi muda Indonesia untuk memancing minat mereka untuk tetap menuntut ilmu sepanjang hayat demi masa depannya. Namun, perlu diakui bahwa wacana mengenai masa depan, kadang-kadang banyak menyentuh aspek-aspek dari pangkal masalah yang dihadapi. Agenda masa depan bangsa Indonesia dewasa ini adalah dibutuhkan sumber daya manusia yang handal dan berkualitas mental dan perilaku bangsa yang benar-benar bebas dari virus KKN sehingga dengan demikian mempunyai kesiapan menghadapi persaingan global.

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa, setiap masa pelajaran yang diajarkan di sekolah mengandung tiga aspek pokok yakni substansi, keilmuan, dan nilai. Ketiga aspek tersebut diterima oleh siswa melalui interaksi edukatif dalam proses pembelajaran di sekolah. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa siswa memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi siswa disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa serta tuntutan lingkungan.

Namun, apa jadinya disaat semua itu hanya sebuah wacana saja. Dunia pendidikan kita sudah dibelenggu dengan kejahatan yang tidak dirasakan, yang oleh selanjutnya, penulis menyebutnya kejahatan terselubung di dunia pendidikan. Berduklah dunia pendidikan, kemana semangat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani yang selalu didengung-dengungkan Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantoro.
Menurut hemat penulis, kejahatan terselubung di dunia pendidikan diklasifikasikan dalam 3 sumber pokok, yaitu pemerintah, guru dan siswa.

1. Pemerintah
Pemerintah adalah sumber kejahatan terselubung paling utama dalam dunia pendidikan Indonesia. Banyaknya kebijakan yang dikeluarkan, mematahkan sebuah ketegasan yang telah diatur melalui Undang-undang atau Peraturan Pemerintah. Sedikitnya ada dua dalam catatan penulis, kebijakan pemerintah yang sangat kontroversial dan akibatnya dapat menghambat peningkatan sumber daya manusia serta iman dan taqwa siswa, yaitu:
a) Mengusung pendidikan wajib belajar 9 tahun, namun membuka kejar paket A, B, dan C
b) Kebijakan remedial untuk menuntaskan pembelajaran siswa, malah membuat siswa malas belajar

2. Guru
Setelah pemerintah, guru juga sangat berperan dalam menghambat peningkatan sumber daya manusia serta iman dan taqwa siswa. Yasser Arafat AMP dalam tulisannya “Era Perkembangan Budaya Bohong dan Budaya Serba Jalan Pintas” melansir pernyataan Drs. Muhammad Nur, M.Pd yang mengungkapkan bahwa 75% guru di Indonesia terjebak menjadi guru. Penulis sangat setuju dengan pernyataan tersebut, terbukti di era sekarang, pahlawan tanpa tanda jasa yang menjadi penghargaan buat para guru, dewasa ini telah menunjukkan ketidak profesionalisnya. Terbukti dengan beberapa catatan penulis sbb:
a) Adanya oknum Kepala Sekolah yang berusaha mencuri soal UN sehari sebelum pelaksanaan UN 2007
b) Adanya guru yang bekerja sama dengan siswa dalam menjawab soal UN
c) Guru-guruku se-Indonesia melalui organisasinya yang sering kali disebut dengan nama PGRI, seringkali melakukan demonstrasi menuntut gaji yang besar (kesejahteraan), sementara mereka belum maksimal melaksanakan tugasnya sebagai penyampai ilmu pengetahuan, ironisnya sering melakukan mogok mengajar disaat tuntutannya tidak dipenuhi
d) Banyak guru yang memanipulasi data, hanya untuk kepentingan pribadinya

3. Siswa
Guru kencing berdiri, siswa kencing berlari. Disaat guru sebagai orang yang patut digugu dan ditiru tidak menampilkan sikap ketidak profesionalismenya, maka hati siswa meronta. Siswa merasa terkungkung kreativitasnya, sehingga semangat untuk belajar berkurang. Hasilnya, siswa ke sekolah belajar bukan untuk menambah ilmu pengetahuan, melainkan untuk mendapatkan nilai.

Selain itu, budaya bolos juga menjadi trend dikalangan siswa. Berani bolos pelajaran sering membuat siswa merasa hebat karena bisa melanggar peraturan sekolah. Walaupun pada dasarnya kerugian lebih besar dibanding keuntungan.

Pekerjaan rumah yang mestinya dikerjakan di rumah malah dikerjakan di sekolah. Saat dilaksanakan ujian blok, mengandalkan catatan atau menyotek/kerja sama. Kalaupun hal itu tidak sempat dilakukan, siswa pun mengandalkan remedial, untuk menuntaskan pembelajarannya.

Hal-hal inilah yang menjadi kejahatan terselubung di dunia pendidikan yang dapat menghambat peningkatan sumber daya manusia, dan secara tidak langsung, bukan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Sang Pencipta, melainkan malah menghambat peningkatan iman dan taqwa siswa sekaligus mengungkung kreativitas siswa.

B. Pandangan/Pemikiran tentang Upaya Pengintegrasian Imtaq–Iptek
Dalam pembahasan sebelumnya, penulis telah memberikan gambaran pengalaman penulis tentang hal-hal yang menghambat peningkatan sumber daya manusia yang dibarengi dengan peningkatan keimanan dan ketaqwaan siswa

Manusia adalah pribadi yang utuh serta kompleks sehingga sulit dipelajari secara tuntas. Oleh karena itu, maslaah pendidikan tidak akan pernah selesai diperbincangkan. Sebab hakekat manusia itu sendiri selalu berkembang mengikuti dinamika kehidupan. Apa yang dipelajari hari ini, belum tentu berguna di tempat lain. Oleh sebab itu, pendidikan tetap memerlukan inovasi-inovasi yang relevansi dengan kenyataan ilmu pengetahuan dan teknologi , dengan tidak mengabaikan nilai-nilai manusia, baik sebagai nilai sosial maupun sebagai nilai religius.

Sejalan dengan itu, sejak tahun pelajaran 2006/2007, pmerintah kembali memperkenalkan kurikulum baru yang lebih dikenal dengan nama Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) sebagai jawaban dari gagalnya kurikulum-kurikulum sebelumnya dalam mengatasi tingginya buta aksara di Indonesia.

Harus diakui bawah, tingginya buta aksara di Indonesia adalah sebuah fenomena sosial yang harus diterima. Padahal, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanahkan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Yang menjadi masalah sekarang, apakah dengan perubahan kurikulum tersebut akan menimbulkan pertanyaan “Beginikah Pendidikan Indonesia?” atau memunculkan pernyataan “Inilah Pendidikan Indonesia”. Jika dicermati lebih jauh pasti dalam benak kita akan lahir pertanyaan dan bukan pernyataan. Padahal, jika pertanyaan yang muncul pasti kesan negatif yang dikandung didalamnya. Namun, mesti diapa lagi kenyataan seperti itu yang terjadi di negeri yang tercinta ini.

Sejak beberapa tahun yang lalu pengembangan dan peningkatan akses pelayanan pendidikan luar sekolah (PLS), dianggap sebagai solusi yang tepat mengatasi tingginya buta aksara. Dibentuklah beberapa keompok keaksaraan fungsional, kelompok belajar usaha, taman belajar bermain, pendidikan anak usia dini, kejar paket A, kejar paket B, kejar paket C, dll. Namun, apakah kita tidak berpikir bahwa kejar Paket A yang dianggap setara dengan pendidikan SD, kejar paket B yang setara dengan SMP, dan kejar paket C yang setara dengan SMA pada dasarnya telah merusak pendidikan Indonesia.

Kenapa bisa? Kejar paket A/B/C ternyata telah memberi keuntungan yang sangat besar pada segala aspek (kecuali kualitas), sehingga banyak orang yang hanya jebolan kejar paket C dapat menjadi wakil rakyat , wakil dari mereka yang lulusan S.1 ataupun S.2/S.3.

Bukan bahan lelucon lagi disaat mereka yang lulus dipendidikan formal dipimpin oleh mereka yang tamat dipendidikan nonformal. Kenapa dari sini kita tidak pernah berpikir bagaimana kualitas mereka? Bagaimana jadinya disuatu saat nanti lulusan kejar paket C mengajar di Pascasarjana?
Bahkan, penulis khawatir, dimasa yang akan datang pemerintah kembali membentuk kejar paket D yang setara dengan Dploma atau kejar paket E yang setara dengan program strata, hingga akhirnya pendidikan di Indonesia berakhir dengan Paket Kejar-kejaran.

Tanda-tanda pendidikan di Indonesia mengarah ke Paket Kerjar-Kejaran pun dewasa ini mulai terlihat. Dalam suatu kesempatan penulis pernah melihat surat keputusan dari seorang guru honorer yang tidak masuk akal. Guru tersebut tamat SMA pada bulan Juni 2005, namun telah diperbantukan sebagai guru honor pada bulan Juli 2004. Usut punya usut, ternyata surat pengangkatan guru honorer tersebut adalah SK. Siluman atau SK. Palsu untuk keperluan mendaftar CPNS.

Makanya, jangan heran ketika seorang guru masuk mengajar, di dalam kelas terlihat sepucuk surat sakti dari seorang siswa yang memberikan indormasi bahwa yang bersangkutan sakit. Tapi, ternyata malah keluyuran ke tempat ramai. Itu disebabkan, karena guru yang dipercayakan mencerdaskan kehidupan bangsa mengajarkan kebohongan, padahal pada hakekatnya guru adalah orang yang patut ditiru dan diteladani.

Fenomena lain yang muncul, guru tidak ikhlas lagi memberi pengetahuan kepada siswa, visi utama dari guru sekarang adalah menuntut kesejahteraan yang menjadi haknya. Tapi, belum melaksanakan kewajibannya sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan keyakinan kepada manusia agar dapat menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari? Ini yang menjadi masalah. Mengedepankan menuntut hak, sementara kewajiban tidak dilaksanakan sungguh-sungguh, terbukti dengan adanya keluhan dari siswanya sendiri.

Seorang Ustadz dalam ceramahnya pernah berkata, Indonesia merdeka tahun 1945, Jepang di bom tahun 1945. tapi, kenapa pendidikan Jepang jauh lebih maju dibanding Indonesia. Itu karena kesadaran guru di Jepang untuk meningkatkan mutu pendidikan jauh lebih tinggi dibanding guru di Indonesia. Guru Jepang mengikhlaskan ilmunya dicerna oleh siswanya, sementara guru Indonesia masih menyembunyikan sedikit ilmunya karena mungkin takut disaingi oleh siswanya. Buktinya, mutu pendidikan Indonesia masih jalan ditempat. Lucunya, tidak ada antisipasi untuk meredam masalah tersebut, bahkan malah diperparah dengan banyaknya guru yang memilih mogok mengajar.

Seiring dengan perkembangan zaman, ada pula guru menampilkan sikap ketidak profesionalismenya. Dalam sebuah acara, juga terungkap bahwa guru tidak mampu mengendalikan emosinya, sehingga senyuman siswa ditanggapi dengan pukulan dari guru ke siswa tersebut. Adalah hal yang tidak pantas dilakukan oleh seorang guru, sebagai orang yang ditiru dan digugu. Bahkan, pernah seorang siswa dilempari yoyo dari seorang guru pend. seni, hanya karena berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal, tingkah siswa tersebut sudah benar. Lagu Indonesia Raya harus dinyanyikan dengan khidmat dan dengan posisi siap

Menurut hemat penulis, Pahlawan tanpa tanda jasa kita kini telah bermetamorfosis. Hanya metamorfosis guru tidak sama dengan kupu-kupu yakni dari kepompong menjadi kupu-kupu dewasa yang cantik, melainkan potret guru dari yang miskin tapi tetap konsisten dengan tugasnya menjadi seorang guru yang ingin kaya sehingga kadang lalai dengan tugas pokoknya.

Sebuah fenomena guru yang harus diterima ketika Iwan Fals menggambarkan sosok Oemar Bakri yang hanya memiliki sepeda buntut. Serial Ada Apa Dengan Cinta mengisahkan Bakir seorang guru yang terbelilit utang hingga pinjam uang koperasi dan dituduh mencuri HP siswanya sendiri dan akhirnya menjadi tukang ojek, ataukah kisah Guru yang Sengsara dalam Pintu Hidayah yang mengisahkan Mahmud seorang guru hidup dalam kemiskinan, pulang dari sekolah berprofesi tukang ojek, jadi tukang potong rumput di rumah tetangga dan jadi pemulung. Tapi mereka masih tabah dan ikhlas mengabdi dengan tugas negara yang diembannya.

Tugas guru mencerdaskan kehidupan bangsa, jika guru ikhlas melaksanakan tugas tersebut, Insya Allah yang dituntut akan terwujud. Penulis berharap semoga metemorfosis guru kedepan adalah menjadi guru yang diamanahkan UUD 1945, bukan menjadi buruh yang selalu meminta balas jasa. Amin

Dalam benak penulis, selalu hadir 1001 tanda tanya. Kenapa dunia pendidikan Indonesia seperti ini? Jika hal tersebut sudah membudidaya di bumi pertiwi ini, akan dibawa kemana bangsa ini kedepan? Dunia pendidikan kita sudah dibelenggu kejahatan terselubung yang dapat menghambat perkembangan sumber daya manusia serta iman dan taqwa siswa.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan data-data dari bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kejahatan terselubung di dunia pendidikan, telah menghambat peningkatan sumber daya manusia serta iman dan taqwa siswa
2. Dalam mengantisipasi hal tersebut, sudah saatnya kejahatan yang sering tidak dirasakan dalam dunia pendidikan, dihilangkan dalam aplikasi pendidikan di Indonesia

B. Saran-Saran
Setelah selesainya penyusunan karya tulis ini, maka penulis menyarankan:
1. Kepada pemerintah, diharapkan mengurangi kebijakan yang dapat menghambat peningkatan sumber daya manusia
2. Kepada pihak yang berwenang kiranya memperhatikan mutu pendidikan dengan dukungan moril dan materil dalam setiap upaya peningkatan sumber daya manusia serta iman dan taqwa siswa
DAFTAR PUSTAKA

Arafat, Yasser. Edisi 43 Tahun V 2005. Problem Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Wacana Masa Depan. Surat Kabar Umum Wajo Mesra.

Arafat, Yasser. Edisi 48 Tahun VI 2006. Meraih Sukses Bagi Pelajar/Mahasiswa. Surat Kabar Umum Wajo Mesra.

Arafat, Yasser. Edisi 58 Tahun VII 2007. Era Perkembangan Budaya Bohong dan Budaya Serba Jalan Pintas. Surat Kabar Umum Wajo Mesra.

Arafat, Yasser. Edisi II Tahun I Pebruari 2007. Beginikah Pendidikan Indonesia. Media Sinergi.

Arafat, Yasser. Edisi VIII Tahun I Juni 2007. Fenomena Dunia Pendidikan (Guru Vs Siswa). Media Sinergi

Arafat, Yasser. Edisi X Tahun I Juli 2007. Harapan Jelang Tahun Pelajaran 2007-2008. Media Sinergi

Departemen Pendidikan Nasional. Tahun 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Titin, Andi. 2006. Aplikasi Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Oleh Guru Mata Pelajaran Dalam Rangka Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan Siswa SMA Negeri 1 Maniangpajo. Karya Tulis Diajukan pada Lomba KTI Imtaq 2006. Tidak Diterbitkan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
RIWAYAT HIDUP

ANDI TITIN, dilahirkan pada tanggal 22 Agustus 1989 di Wele, Kecamatan Belawa, Kabupaten Wajo. Memasuki jenjang pendidikan pada tahun 1996 di SDN No. 339 Wele dan tamat pada tahun 2002. pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Maniangpajo dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Maniangpajo dan sekarang duduk di Kelas XII IPA 2. Selama menuntut ilmu aktif di berbagai organisasi Intra Sekolah dan Ekstra sekolah seperti :
1. Pengurus OSIS di SMP dan SMA
2. Sejak SD sampai sekarang aktif di Gerakan Pramuka
3. Sanggar Seni Wetaddampali SMA Negeri 1 Maniangpajo
4. PMR – PMI Unit SMA Negeri 1 Maniangpajo

Diluar sekolah, juga aktif dibeberapa organisasi antara lain bergabung pada PC IRM Kecamatan Maniangpajo dan beberapa organisasi lain. Dengan prinsip hidup “Hidup Di Dunia Tidak Mudah Dengan Apa Yang Kita Bayangkan, Juga Tidak Sulit Dengan Apa Yang Kita Takutkan, Oleh Karena Itu Janganlah Memandang Remeh Segala Sesuatu Yang Kau Hadapi Serta Berfikirlah Dengan Tenang Untuk Mengatasinya”. Dan opsisi hidup yang paling utama ingin mengembangkan dunia pendidikan khususnya di tanah kelahirannya dan seluruh Indonesia umumnya.

Keikut sertaannya dalam Lomba karya Tulis (LKT) Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan (Imtaq) Siswa (Integrasi Imtaq–Iptek) bagi siswa SMP/SMA/SMK/SLB Tahun 2007 adalah yang kedua kalinya setelah pada tahun 2006 juga ikut dengan judul karya tulis: “Aplikasi Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Oleh Guru Mata Pelajaran Dalam Rangka Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan Siswa SMA Negeri 1 Maniangpajo

No comments:

Post a Comment

Sampaikan Komentar Anda !!!

Massappa Werekkada