TULISAN DALAM BLOG INI, JUGA DAPAT DIBACA DI:

01 August 2008

Karya Tulis Siswa

LINGKUNGAN KITA DIAMBANG KEHANCURAN

Karya Tulis Diajukan Pada Panitia Lomba Karya Tulis Ilmiah
“Gelar Cinta Lingkungan Hidup 2007” Kabupaten Wajo


“Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut (lingkungan) disebabkan karena perbuatan tangan manusia, sehingga Allah menumpahkan kepada mereka sebagian dari akibat yang mereka lakukan agar mereka kembali kepada yang benar (QS. Ar Ruum : 41). Dari ayat tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pada mulanya lingkungan ini subur dan bersih tapi akhirnya rusak dan tercemar akibat ulah manusia dan justru manusia jugalah yang akan menanggung akibatnya.


Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di darat, di perairan maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan nasional di segala bidang. Modal dasar sumber daya alam tersebut harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan mutu kehidupan manusia pada umumnya menurut cara yang menjamin keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, baik antara manusia dengan Tuhan penciptanya, antara manusia dengan masyarakat maupun antara manusia dengan ekosistemnya. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai bagian dari modal dasar tersebut pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila.

Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah menjadi kewajiban mutlak tiap generasi. Tindakan yang tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam ataupun tindakan yang melanggar ketentuan tentang perlindungan tumbuhan dan satwa yang dilindungi, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda. Pidana yang berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula tidak mungkin lagi.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan bahwa Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri. Pancasila, sebagai dasar dan falsafah negara, merupakan kesatuan yang bulat dan utuh yang memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Antara manusia, masyarakat, dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik, yang selalu harus dibina dan dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dinikmati generasi masa kini dan generasi masa depan secara berkelanjutan. Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.

Tak dapat dipungkiri bahwa lingkungan (alam) yang kita diami sekarang ini, kini berada diambang kehancuran. Sebagai contoh, akibat perambahan hutan di Sulawesi Selatan, 336 hektar mengalami kerusakan. Selain itu, pernah terjadi kebakaran hutan seluas + 351 hektar. Di sisi lain, kerusakan lingkungan juga disebabkan karena kerusakan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga luas lahan kritisnya mencapai 928.775 hektar. Kerusakan dalam kawasan hutan sekitar 514 hektar, sedang di luar kawasan hutan mengalami kerusakan sekitar 413.849 hektar dan terjadi dikawasan DAS Saddang, DAS WalannaE, DAS Jeneberang. Kerusakan lingkungan pada kawasan DAS sangat parah terjadi di Kawasan Danau Tempe. Kerusakan ekosistem laut tampak lebih parah dengan indikasi bahwa, tahun 1980 hutan bakau di Sulawesi Selatan mencapai 130.000 hektar, sedangkan pada tahun 2004 tinggal menyisakan 26.000 hektar. Hal ini menandakan bahwa begitu banyak kerusakan yang terjadi dan begitu banyak kurangnya rehabilitasi lahan (lingkungan) yang kita lakukan. Kerusakan itu disebabkan karena pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang tidak terkendali. (Dikutip dari brosur yang disebarkan Panitia Kemah Bakti Lingkungan Hidup Pemuda/KNPI Se Sulawesi Selatan Tahun 2005)

Prof Dr. M. Idris Arief M.S. pada makalah yang disampaikan didepan Peserta Kemah Karya Remaja Kependudukan dan Lingkungan Hidup VII Tk Nasional Tahun 2000 memaparkan bahwa ada empat variabel yang saling berinteraksi yang menyebabkan terjadinya benturan terhadap tata lingkungan, yang selanjutnya menyebabkan lingkungan semakin memburuk akibat beban tata lingkungan yang sudah melampaui batas (Environmental Overstress). Keempat variabel yang dominan dalam desakan lingkungan tersebut adalah (1) Ledakan pertambahan penduduk, (2) Orientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, (3) Eksploitasi sumber daya alam yang berlebih-lebihan, dan (4) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan kemungkinan terjadinya eksploitasi berlebih-lebihan. Jika dicermati dari hal–hal tersebut, timbul kesan adanya pertentangan antara kepentingan ekologi yang dilakoni oleh para pecinta lingkungan (Environmentalist) dan kepentingan ekonomi yang dikuasai oleh para pembangun (Developmentalist).

Masih ingatkah kita dengan syair lagu Iwan Fals yang berjudul H.P.H (lagu wajib, pada lomba vokal group Gelar Cinta Lingkungan Hidup 2007 oleh Lembaga Lingkungan Hidup PD. Muhammadiyah Kab. Wajo) yang berbunyi sebagai berikut: “Raung buldozer, gemuruh pohon tumbang, berpadu dengan jerit isi rimba raya, tawa kelakar badut-badut serakah, tanpa H.P.H berbuat semaunya, lestarikan alam hanya celoteh belaka, lestarikan alam mengapa tidak dari dulu, oh mengapa, oh...oh...oh..., jelas kami kecewa, menatap rimba yang dulu perkasa, kini tinggal cerita pengantar lelap sibuyung, bencana erosi selalu datang menghantui, tanah kering kerontang banjir datang itu pasti, isi rimba tidak ada tempat berpijak lagi, punah dengan sendirinya akibat rakus manusia”

Manusia rakus yang dimaksud disini adalah Developmentalist. Mereka berpendapat bahwa sumber daya alam mesti digarap dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, sebab manusia perlu makan, pakaian, perumahan dan lain–lain (ekonomi). Disamping itu mereka menyatakan kalau tetap mempertahankan kelestarian Sumber daya alam atau lingkungan maka mereka tidak bisa lagi membangun. Dilain pihak Environmentalist sangat menekankan kelestarian lingkungan sebab kalau cara pembangunan yang sekarang dilaksanakan dimana menitik beratkan pada pendapatan nasional bruto yang tinggi sebagai indikator keberhasilan pembangunan, maka lingkungan akan menghadapi bencana.

Disinilah, tanpa kita sadar sebenarnya kita semua sedang bersama-sama melakukan bunuh diri ekologis. Setiap aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pasti mempengaruhi lingkungan. Berbagai gerak pembangunan tanpa disadari cenderung merusak keseimbangan ekosistem. Atas nama pembangunan daerah, kawasan-kawasan lindung banyak dialihfungsikan menjadi kawasan-kawasan budidaya antara lain kawasan perdagangan, pemukiman, industri, jaringan trasportasi, serta sarana dan prasarana lainnya yang cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan wajah alam. Akibatnya, daerah berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Padahal keseimbangan lingkungan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, yang berupa meningkatnya suhu udara, pencemaran udara (seperti meningkatnya kadar karbonmonoksida, ozon, karbondioksida, oksida nitrogen, belerang, dan debu), menurunnya air tanah dan permukaan tanah, banjir atau genangan, instrusi air laut, meningkatnya kandungan logam berat dalam air tanah, dll. Hingga akhirnya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan peningkatan laju pencemaran dan kerusakan lingkungan pada akhirnya hanya akan mendatangkan bencana ekologis bagi semua pihak.

Hal tersebut telah dinyatakan oleh para malaikat kepada Allah saat malaikat bertanya mengapa Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, padahal manusia yang akan membuat kerusakan di muka bumi (QS. Al Baqarah : 30). Sehingga jangan heran, jika perubahan iklim menimbulkan cuaca tidak lazim di seluruh dunia.. mayoritas besar warga di banyak negara sekarang yakin aktivitas manusia menyebabkan pemanasan global (jajak pendapat BBC World Service). Sekitar 79% responden survei BBC ini sepakat “tindakan manusia”, termasuk di bidang industri dan transportasi, merupakan penyebab besar perubahan iklim dan pemanasan global.

Dilain sisi, umumnya berita perubahan iklim di Indonesia berkisar pada soal penggundulan hutan secara besar-besaran, kebakaran hutan, kerusakan lahan rawa, serta hilangnya serapan karbondioksida yang menempatkan Indonesia sebagai penyumbang utama pemanasan global. Semua itu memang terjadi, tetapi itu baru merupakan separuh cerita. Bangsa Indonesia juga akan menjadi korban utama perubahan iklim. Bila tidak segera belajar beradaptasi dengan lingkungan yang baru ini, jutaan rakyat akan menanggung akibat buruknya.

Terpilihnya Bali (Indonesia) sebagai tempat Konferensi Internasional PBB tentang perubahan iklim (UN Forum Climate Change Conderence 2007) yang dilaksanakan 3 s.d 14 Desember 2007 yang lalu di Nusa Dua, diharapkan menjadi momentum untuk membangkitkan kesadaran masyarakat tentang lingkungan. Hal ini sangat penting, mengingat sebagian penduduk dunia telah merasakan situasi yang baru sebagai akibat memburuknya kualitas lingkungan.
Namun, kita juga jangan terlalu berharap pada Konferensi Internasional PBB tentang perubahan iklim di Bali tersebut, jika tidak ada komitmen untuk menegakkan hukum secara tegas utamanya pada kasus-kasus seperti “ilegal loging”. Buruknya penegakan hukum terkait pembabakan liar akan semakin merusak potensi hutan di Indonesia. Bebasnya Adelin Lis menjadi bukti penegakan hukum kita sangat buruk, apalagi tidak reaksi signifikan dari publik terhadap vonis yang dijatuhkan kepada Adelin Lis.

Kekhawatiran para Environmentalist akhirnya terbukti, akibat kekerasan kepala dari Developmentalist (contohnya: Adelin Lis) dengan terus memperdengarkan gergaji yang tidak pernah berhenti demi kantong pribadi dan tidak mengingat rejeki generasi kedepan (Syair lagu Iwan Fals) dan banyak kegiatan lain yang dilakukan, akhirnya gempa bumi, banjir, tanah longsor, dll silih berganti berdatangan. Bukan itu saja, pemanasan global dan perubahan iklim jauh lebih membahayakan kesalamatan penduduk dunia. Kita tidak tahu apakah itu semua adalah azab dari Allah kepada bangsa ini ataukah hanya sebatas ujian kepada kita. Wallahu A’lam Bi Ash-Shawab. Akan tetapi sebagai makhluk yang merasa diri bernama manusia haruslah sadar bahwa kita diizinkan menetap untuk sementara diplanet bumi ini dengan diberikan berbagai fasilitas yang serba gratis (udara, cahaya matahari, air, tanah, dll) seharusnya sadar untuk menjaga fasilitas–fasilitas tersebut agar tetap lestari. Sudah sepantasnya kita memberikan yang terbaik untuk lingkungan ini, sebagai salah satu bentuk tanda syukur pada Yang Diatas. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt yang menyatakan: “Kalau kau mensyukuri nikmatku kutambah nikmat itu, dan apabila kau mengingkarinya sesungguhnya azab saya sangat pedih” (QS. Ibrahim : 7).

Olehnya itu, kunci keberhasilan pembangunan daerah kedepan adalah dengan memperbaiki, menjaga, memelihara kawasan-kawasan lindung yang merupakan sistem penyangga kehidupan kita dan penopang keberlanjutan pembangunan di daerah. Penyebaran informasi kepada masyarakat luas sangat diperlukan untuk membangun kesadaran serta kepedulian akan pemanasan global dan perubahan iklim.

Kegiatan yang mengarah pada pelestarian lingkungan hidup berupa rehabilitasi hutan dan lahan, termasuk rehabilisasi kawasan pesisir dan hutan mongrove diharapkan dapat mengembalikan fungsi-fungsi kawasan, lahan dan hutan sehingga bisa berwawasan lingkungan dan bisa memberikan manfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Penghijauan hendaknya dilakukan oleh semua elemen masyarakat, walaupun disadari bahwa Di Era sekarang ini banyak manusia atau golongan yang penuh arogansi menyatakan dirinya sebagai manusia–manusia pembangun, tetapi sebenarnya mereka itu adalah penghancur, sebagaimana dalam firman Allah Swt: “Jika dikatakan kepada mereka janganlah kamu merusak dimuka bumi, mereka menjawab kami adalah para pembangun” (QS. Al-Baqarah:11)

Penulis mengakhiri tulisan ini dengan sebuah syair lagu dari Iwan Fals “Bangunlah Putra-Putri Pertiwi” sebagai berikut: Sinar matamu, tajam namun rapuh, kokoh sayapmu, semua tahu, tekad tubuhmu, tak kan tergoyahkan, kuat jarimu kalah mencengkeram, bermacam suku yang berbeda, bersatu dalam cengkerammu, angin genit mengelus merah putihku, yang berkibar sedikit malu-malu, merah membara tertanam wibawa, putihmu suci penuh kharisma, pulau-pulau yang berpencar, bersatu dalam kibarmu.

Terbanglah, garudaku, singkirkan, kutu-kutu disayapmu, berkibarlah, benderaku, singkirkan benalu ditiangmu, eh jangan ragu dan jangan malu, tunjukkan pada dunia, bahwa sebenarnya kita mampu.
Mentari pagi, sudah membumbung tinggi, bangun putra-putri ibu pertiwi, mari mandi dan gosok gigi, setelah itu kita berjanji, tadi pagi, esok hari, atau lusa nanti, garuda bukan burung perkutut, sang saka bukan sandang pembalut, dan coba kau dengarkan pancasila itu, bukanlah rumus kode buntut, yang hanya berisi harapan, yang hanya berisi hayalan.

Penulis berharap tulisan ini tidak dijadikan sebagai bahan wacana, lagu tersebut diatas bukan hanya untuk dinyanyikan, tapi sebuah bahan renungan bagi orang–orang yang peduli terhadap lingkungan untuk menciptakan sebuah terobosan baru demi keselamatan dan kelestarian lingkungan di muka bumi yang sekarang berada diambang kehancuran. Mari kita berbuat untuk kelestarian lingkungan. Mari kita bekerja untuk kelangsungan hidup orang banyak.

1 comment:

  1. ehm...semakin kreatif aja nih ana2 kampus cemara. ditunggu prestasi bErikutx

    ReplyDelete

Sampaikan Komentar Anda !!!

Massappa Werekkada